Ads Top

"Turunkan Jokowi!" Adalah Gagal Paham Tingkat Tinggi

Masih saja ada yang belum paham apa yang terjadi pada situasi ekonomi dunia saat ini.

Padahal begitu banyak media memberitakan baik dengan bahasa keuangan yg multi ruwet maupun dengan bahasa laporan sederhana supaya awam mampu memahaminya, bahwa situasi ini terjadi karena adanya perang mata uang dunia antara Amerika yang menguatkan nilai dollarnya dan China yang melemahkan mata uangnya.

Perang dua negara dengan cadangan mata uang yang sangat kuat ini, jelas berpengaruh terhadap situasi ekonomi dunia saat ini. Ekonomi dunia melambat. Karena lambat, ekspor-pun berkurang. Karena kurang, pabrik pun tutup. Karena tutup, banyak PHK dimana-mana. Di seluruh dunia, termasuk di AS dan China juga. Apalagi Indonesia.

Tapi masih ada saja yang menyalahkan Jokowi pada situasi ini. Jokowi memang banyak menentukan target-target pertumbuhan ekonomi Indonesia dan optimis bahwa September ekonomi kita akan melaju berdasarkan APBN yg belum terserap banyak. Tapi itu sebelum China menurunkan mata uangnya.

Siapapun tidak ada yang mengira apa yang terjadi di depan. Rencana di tentukan, tapi situasi global mengubahnya. Seluruh kepala negara di seluruh dunia panik.

Dan lucunya, karena ketidak-mengertian situasi ekonomi dunia, ada beberapa yang menyuarakan untuk menurunkan Jokowi. Mereka ini kayaknya bernostalgia dengan apa yang terjadi pada Soeharto di tahun 98, tapi salah kaprah. Turunnya Soeharto karena masyarakat muak dipimpin si itu-itu saja selama 30 tahun lebih. Resesi ekonomi itu hanya pemicu saja, tapi bukan faktor terbesarnya.

Lalu kalau Jokowi turun, siapa penggantinya? Prabowo?
Apa Prabowo bisa memaksa AS untuk tidak menguatkan dollarnya?
Apa Prabowo bisa menekan China supaya tidak menlemahkan mata uangnya?
Hebat banget Prabowo bisa menentukan arah kebijakan kedua negara super power itu.

Jangan bodoh-lah. Maaf, saya terpaksa menggunakan kata itu, karena kata itu yang tersopan yang bisa saya dapat. Situasi ini seharusnya membuat anda belajar mengenal ekonomi dunia. Tidak perlu pintar seperti ekonom dan ahli keuangan, tapi minimal paham. Hanya supaya paham. Jangan gagal.

Teriak-teriak tanpa tahu duduk persoalan sebenarnya menunjukkan kualitas berfikir yang cuma apa adanya, bukan ada apanya. Jika tidak paham, diam. Itu jauh lebih bijaksana dan anda akan terlihat lebih pintar.

Sudah setahun lebih pilpres berlalu, tapi anda terus terkungkung dengan situasi itu. Anda jadi seperti lalat yang terperangkap dalam secangkir kopi. Bergerak susah dan lama-lama mati. Siapapun yang melihatnya pasti geli.

~ Denny Siregar

No comments:

Powered by Blogger.