Ads Top

Waspada! NU dan Muhammadiyah Mulai Tersingkir oleh Islam Trans-nasional



Siapa di Indonesia yg tak kenal NahdlatulOelama dan Muhammadiyah? Di atas kertas, merekalah dua organisasi Islam terbesar di Indonesia, sekitar 85 juta umat Islam di Indonesia adalah NU, dan 50 juta Muhammadiyah. Artinya sekitar 65 % seluruh penduduk muslim Indonesia.

Ini jumlah yg besar, tapi dalam kenyataannya, tampaknya 135 juta anggota NU dan Muhammadiyah hanya sebatas besar di angka statistik semata. Buktinya? Lihat bagaimana NU dan Muhammadiyah tidak bisa lagi memegang kepemimpinan ummat.

Ummat justru dikendalikan oleh pergerakan Islam Trans-Nasional yg di Indonesia telah menjelma dlm wujud Islam "anyaran/baru". Mereka adalah penerus gagasan Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tharir yg ingin mendirikan Khalifah Daulah Islamiyah. Pelan-pelan, mereka terus menggerus kepemimpinan NU dan Muhammadiyah yang masih setia dengan Pancasila dan NKRI.

Kenapa itu bisa terjadi? Karena kelompok Islam "anyaran" itu justru dibiarkan tumbuh subur di era SBY (2004-2014). Dalam 10 tahu itu, kelompok Islam Trans-Nasional banyak mendapatkan ruang hidup, mendapatkan subsidi dan juga difasilitasi untuk tumbuh.

Mereka mulai motong kaki NU dan Muhammadiyah di Mesjid, pengajian, dan sekolah-sekolah. Dengan cara itu, kelompok Islam Trans-Nasional makin besar.

Awalnya Islam Trans-Nasional hanyalah kelompok kecil yang mulai hadir pada era tahun 1970-an. Di era Orde Baru mereka masih tiarap, tapi setelah reformasi mereka mulai unjuk gigi. Melihat tren ini, SBY justru membiarkan kelompok ini untuk bergerak dan mengakomodasi mereka utk memperkuat kekuasannya.

Akhirnya kelompok trans nasional tumbuh, bantuan asing dari timur tengah dana Wahabi mengalir deras bersamaan dengan fasilitas dari SBY. Selama 10 tahun cukup untuk mereka membesar dengan dana asing yang tidak ber-seri (sangat banyak).

Mari kita lihat satu persatu para Islam Trans-Nasional yang mulai membuat NU dan Muhammadiyah gigit jari;

Pertama, Ikhwanul Muslimin atau yang sering dikenal dengan nama Moslem Brotherhood kalau di luar negeri. Didirikan di Mesir pada Maret 1928, saat ini mereka menyebar di 70 negara dengan menggunakan methode Halaqah. Gerakan Ikwan terbelah menjadi dua arus utama: Ikhwan Tarbiyah yang menjadi cikal bakal Partai Keadilan Sejahtera.

Serta Ikhwan Jihad yang menggunakan jalur kekerasan yang jadi embrio Jamatul Muslimin, Jama'ah Islamiayah dan Jamaah Jihad yg berujung pd Al Qaeda

Bisa anda lihat disini utk lengkapnya : (ref: https://id.wikipedia.org/wiki/Ikhwanul_Muslimin …)

Di Indonesia, Ikhwanul Muslimin dideklarasikan tahun 1994, lebih banyak gerak di kelompok Tarbiyah SMA dan Perguruan Tinggi (LMD/ LDK). Setelah reformasi, mereka berubah bentuk jadi Komite Aksi Muslim Indonesia, lalu berubah jadi Partai keadilan dan selanjutnya jadi PKS. Tujuan utama Ikhwan Tarbiyah yaitu membentuk Daulah Islamiyah dengan cara non kekerasan, mereka manfaatkan instrumen demokrasi dengan mendirikan partai dan merebut kursi di Parlemen untuk wujudkan cita-cita Daulah Islamiyah.

Mereka turut membentuk jaringan Ikhwan Tarbiyah seluruh dunia, yaitu The International Forum for Islamic Parliaments (IFIP). IFIP pernah mengadakan pertemuan di Indonesia tahun 2007 di Jakarta, bahkan Jakarta ditetapkan sbg Sekretariat IFIP.

Waktu itu SBY dengan bangga membuka acara IFIP di Jakarta; (ref: https://m.tempo.co/read/news/2007/01/19/05591577/presiden-buka-konferensi-anggota-parlemen-islam …)

Sedangkan Ikhwan Jihad atau Ikhwan sayap radikal muncul di Indonesia setelah dipicu oleh perang Afghanistan. Gerakan ini menemukan bahan baku pada aktivis Darul Islam Indonesia (DII). Kelompok ini juga mendirikan Jammaah islamiyah (JI) pada tahun 1991. Tujuan utamanya: Mendirikan Khilafah Islamiyah dengan menggunakan metode kekerasan, (ref: http://allaboutwahhabi.blogspot.co.id/2011/09/mengenal-berbagai-macam-gerakan-islam.html …)

Kedua. Kedua adalah Hizbut Tahrir yang menolak konsep demokrasi dan menekankan tentang paham kekhalifahan. HTI jelas tidak menerima NKRI dan Pancasila. HTI juga tidak mau hormat bendera merah Putih; (ref: http://www.muslimedianews.com/2014/08/ustadz-hti-haramkan-ucapara-bendera-dan.html …)

Metode perjuangan HTI adalah kaderisasi, sosialisasi dan merebut kekuasaan. Gerakan HT di Indonesia berawal dari aktivis masjid kampus Mesjid Al-Ghifari, IPB Bogor yg disebarkan melalui halaqah2. Kader-kader HTI aktif melakukan sosialisasi dan kaderisasi dengan memanfaatkan Masjid-masjid.

Sejalan dengan gerakan Tarbiyah, mereka juga lakukan kaderisasi ke sekolah dan kampus-kampus, selain mengajak ke pengajian HT Indonesia.

Karakter dari HTI: Angkat isu struktural dan global, bahaya kapitalisme, dominasi USA serta sistem ekonomi dan politik alternatif.
Jawaban mereka (HTI) hanya satu: ganti NKRI dengan sistem Khalifah Bagi mereka Khalifah adalah harga mati!!!

Ketiga. Ketiga adalah gerakan Salafi Dakwah dan Salafi Sururi yg berkembang dengan bantuan dana pemerintah Arab Saudi. Awalnya mereka adalah alumni Lembaga Ilmu pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Perkembangan mereka berbasis pesantren.

Keempat. Keempat adalah Syiah yg berkembang setelah Revolusi Islam Iran tahun 1979 dan menyebarnyanya alumnus Qum. Di Indonesia muncul dua organsiasi Syiah: pertama, Lembaga Komunikasi Ahlul Bait yg merupakan wadah alumni Al Qum. Organisasi kedua tergabung dalam IJABI yg lebih berkiblat ke Ayatollah Sayyed Mohammad Hussein Fadlallah.

Pengikut Syiah keturunan Arab lakukan bertaqiyah (sikap menyembunyikan diri) Jaringan Syiah yang kuat ditemukan di Jatim dan Pekalongan.

Di era SBY, perkembangan Syiah dianggap ancaman ol kelompok Sunni termasuk Tarbiyah dan HTI krn Iran sangat mengganggu kepentingan Arab Saudi. Inilah yang membuat kelompok Wahabi justru menyerang kelompok Syiah dan Ahmaddiyah. Sekali lagi demi dukungan menyingkirkan NU dan Muhammadiyah, maka jaringan SBY memfasilitasi konflik Sunni-Syiah ini; (ref: http://www.lensaindonesia.com/2013/12/09/hasyim-muzadi-nilai-sby-keliru-tangani-konflik-sunni-syiah.html …)

Kelima. Kelima adalah Jamaah Tablig juga masuk kategori gerakan trans-nasional

Jamaah Tablig ini berpusat di perkotaan dan bersifat non-politis. Anggotanya kurang lebih 20.000 orang. (ref: https://id.wikipedia.org/wiki/Jamaah_Tabligh …)

Dlm 10 tahun di era SBY, gerakan Islam Trans-Nasional banyak menggerogoti basis2 organisasi massa NahdlatulOelama dan Muhammadiyah. Masjid-masjid NU dan Muhammadiyah mulai dikuasai oleh Ikhwan dan HTI. Jemaah Tabliq menggerogoti beberapa basis penting NU di perkotaan, sedangkan gerakan Salafi mengambil jemaah NahdlatulOelama puritan dengan pendekatan pesantren.

Jadi strategi kuasai Mesjid dari kelompok Trans-Nasional relatif berhasil, dengan cara itu mereka menguasai Marbot, takmir sampai pendakwah. Aktivitas mesjid digunakan untuk halaqah para Ikhwan dan HTI.

Selain itu, para Ikhwan Tarbiyah (PKS) dan HTI aktif juga bergerak di sekolah dan perguruan tinggi, mereka masuk melalui dua cara: pertama, melakukan kaderisasi yang sangat agresif di forum Kerohanian Islam (Rohis). Kader-kader mereka aktif mendekati pelajar dan mahasiswa dengan pendekatan emosional, empati dalam Liqo. Dan selanjutnya mengajak bergabung dalam Halaqah, Jaringan kaderisasi seperti bergerak berjenjang dalam model sel-sel kecil.

Tentu ini mengherankan karena model kerja sel kecil ini awal muasalnya diciptakan oleh komunis internasional, padahall kita tahu, kelompok Islam Trans-Nasional selalu menggaungkan anti-komunis, tapi cara penguatan jaringan ala komunis ternyata mereka pakai juga.

Dengan kaderisasi di perguruan tinggi, gerakan Tarbiyah pelan-pelan masuk ke sektor negara jadi PNS, anggota TNI, Polri dan profesional. Di era SBY mereka juga menikmati fasilitasi beasiswa dan tugas belajar ke luar negeri.

Di luar negeri mereka aktif membangun jaringan dan semakin terbentuk setelah kembali ke tanah air, mereka kemudian mulai menguasai Mesjid kementerian/BUMN dengan pendakwah dari kader Tarbiyah dan HTI.

Dakwah lain yang dikembangkan adalah melalui media dan media sosial, kelompok ini aktif mengisi acara dakwah di TV maupun radio. Di era SBY mereka diberi ruang gerak karena SBY mengangkat Menteri Kominfo yang kader PKS. Dengan penguasaan kementerian Kominfo oleh Tarbiyah, mereka mengendalikan media resmi seperti TVRI, RRI dan kantor berita, Antara dan menempatkan kader mereka di posisi eselon 1 sampai 3 untuk jaga kontrol internet dan medsos.

Mereka juga agresif menyediakan jasa Ustad-Ustad untuk mengisi pengajian-pengajian komunitas Islam. TV yang memerlukan penceramah agama juga disediakan oleh mereka secara gratis, dan juga melakukan dakwah melalui pengajian di radio-radio.

Di media sosial mereka juga berjaya. Pendekatan pada generasi muda dilakukan melalui media sosial baik WA Groups, BBM maupun SMS. Hal ini membuat metode dakwah dari NahdlatulOelama dan Muhammadiyah menjadi ketinggalan kereta.

Bahkan para Islam Trans-Nasional sudah membentuk pasukan dunia maya (cyber army) di medsos yang tidak hanya untuk menyebarkan dakwah ala Tarbiyah dan HTI, tapi juga menyebarkan fitnah dengan bungkus dalih agama untuk mulai serang kelompok lawan mereka.

Kelompok Trans nasional terutama Ikhwan dan HTI mulai mengubah strategi dengan membuat aliansi strategis antar kelompok Islam dengan berbagai nama, bisa menggunakan Forum Umat Islam (FUI) ataupun Front-front Aksi yg bersifat taktis seperti GNPF-MUI. Dengan cara itu, mereka tidak terkungkung oleh dominasi kepemimpinan NahdlatulOelama dan Muhammadiyah.

Upaya menggerogoti kepemimpinan NU dan Muhammadiyah juga dilakukan SBY dengan membentuk Majelis Dzikir Nurussalam. Dengan membentuk kelompok ini, SBY ingin punya kendali langsung atas massa Islam tanpa harus bernegoisasi dengan NU dan Muhammadiyah.

Cara ini juga berkembang sejalan dengan tren maraknya Habib dirikan kelompok Dzikir yang pengikutnya ribuan. Kegiatannya sekilas hanya berdizikir, namun dengan acara itu bisa jadi ajang baru untuk melakukan konsolidasi massa terutama anak-anak muda.

Alasan itu yang melatar belakangi SBY memobilisasi Majelis Dzikir Nurussalam yang dipimpin oleh Utun Tarunadjaja pada thn 2000. Yayasan Majelis Dzikir Nurussalam disebut sebagai mesin politik dan mesin uang tim sukses SBY. (ref: http://nasional.inilah.com/read/detail/254601/struktur-majelis-dzikir-sby ...)

Kelompok Trans-Nasional melanjutkan aksinya menggerogoti kepemimpinan NU dan Muhammadiyah dengan cara merebut kepengurusan organisasi fatwa seperti Majelis Ulama Indonesia. Dengan menancapkan pengaruh di MUI, maka mereka bisa memberikan legitimasi pada aksi yg dipakai dengan bekal fatwa MUI.

Mereka juga memanfaatkan kelengahan NU dan Muhammadiyah pasca berpulangnya KH Sahal Mahfud. Dien Syamsudin dan KH Mahruf Amin yang menggantikan Sahal Mahfud justru lebih bersikap oportunis pada kelompok Trans-Nasional. Dua orang pengganti Sahal ini dikenal punya nafsu politik yang tinggi dan sepertinya rela meninggalkan Muhammadiyah dan NU demi posisi politik.

Dengan penguasaan MUI ditambah dengan terbentuknya Front aksi, maka kelompok Trans-Nasional berhasil merebut kepemimpinan umat Islam. Kelompok Trans-Nasional berhasil merebut kepemimpinan umat Islam dari NU dan Muhammadiyah, serta bisa mengendalikan agenda politik keumatan.

Ini yang menjelaskan kenapa kelompok Trans-Nasional menyetir ummat untuk kepentingan politik ideologi, yakni untuk terwujudnya Daulah Islamiyah dan Kekhalifahan.

Berbagai cara mereka gunakan untuk menguji kepemimpian mereka (kelompok islam trans-nasional), Mulai safari Maulid Nabi ke berbagai daerah, salat subuh berjamaah sampai dengan pengumpulan dana untuk bergerak. Terakhir ada upaya untuk mengumpukan dana untuk mendanai kelompok teroris di Suriah. (ref: http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161226164239-12-182210/polisi-selidiki-dugaan-bantuan-dana-ketua-gnpf-mui-ke-suriah/ ...)

Demi persatuan aksi Daulah Islamiyah dan Kekhalifahan, para Islam Trans-Nasional terpaksa mau terima Rizieq sebagai pemimpin gerakan, walaupun kelompok islam trans-nasional ini tahu, bahwa Rizieq FPI dibesarkan oleh elit tentara, tapi mereka tahu kelemahan Rizieq yang mudah dibeli oleh elit politik dan punya sejumlah "cacat" yg setiap saat bisa disingkirkan.

Riziek Syihab didorong-dorong masuk perangkap makar Setelah itu gantian kelompok Ikhwan dan HTI yang akan memimpin. Kelompok Islam Trans-nasional sudah siap mengganti Pancasila dan NKRI dengan Negara Khalifah Daulah Islamiyah.

Sekali lagi, kepemimpinan NU dan Muhammadiyah semakin jauh disisihkan secara sistematis, entah apakah NU dan Muhammadiyah merasa "tertampar" dengan berbagai aksi Islam Trans-Nasional belakangan ini, atau mungkin NU dan Muhammadiyah msh blm sadari ini? Mereka masih merasa posisinya aman walau nyatanya sudah berdiri di atas batang lidi?

Ketika kepemimpinan NU dan Muhammadiyah jatuh, maka jatuh pula NKRI dan sangat mudah digantikan dengan Negara Khalifah Daulah Islamiyah. Semoga kita Indonesia masih bisa berharap munculnya kembali kepemimpinan ummat Islam di tangan NU dan Muhammadiyah demi tegaknya NKRI.

Matur nuwun sederek sedoyo masyarakat twitterland. Jangan pernah lelah mencintai keragaman Indonesia dalam balutan NKRI Gutbai cuk!! (@joxzin_jogja)


No comments:

Powered by Blogger.