Ads Top

Irene Handono, Kisah Biarawati Pindah Keyakinan, Cinta Ditolak, Murtad Terjadi

Tidak ada yang tahu persis, apa alasan Hj. Irene Handono, seorang mantan biarawati Katolik yang murtad, menjelekan-jelekan gereja. Kecuali, tentu dirinya sendiri dan sanak kerabat dekatnya jika mereka ingin buka mulut. Tetapi Sulit sekali mendapat komentar dari keluarga sang mantan biarawati yang tinggal di sebuah kampung berbukit berjarak 40 km sebelah barat yogyakarta.

Sulit sekali mereka mau membicarakan soal itu pada orang lain. Tokoh umat di paroki asalnyapun enggan buka mulut, "ungkap Martinus, karyawan kota Yogyakarta. Martinus ini adalah salah seorang yang persis tahu situasi terakhir yang menimpah keluarga itu. Dia pernah diajak salah satu majalah rohani nasional terbitan jakarta datang ke kampung itu mengorek berita, tapi ditolak mentah-mentah oleh keluarga sang biarawati murtad. "Kayaknya mereka sangat terpukul," ungkapnya.

Martinus tahu persis awal mula peristiwa itu terjadi karena kampung dari mana sang mantan biarawati itu berasal hanya berjarak ratusan meter dari kampung halamannya sendiri. Bahkan keluarga dekatnya ada yang tinggal sekampung dengan orang tua sang mantan biarawati itu. "Salah satu bulek/tante saya tinggal sekampung dengan orang tuanya," tukas Martinus. Namun sebelumnya dia berpesan kepada Gloria supaya nama paroki, nama kelurga dan konggregasi di mana mantan biarawati itu pernah hidup tidak boleh di tulis, "Sepertinya semua trauma dan sepakat melupakan peristiwa itu, " ujurnya.

Kisah Kasih Tak Kesampaian 

Mulanya kisah cinta antara seorang biarawati dengan seorang frater, seorang calon imam. Sang biarawati ngebet sekali agar frater menarik diri dari biaranya, supaya mereka mengikat diri dalam sebuah mahligai pernikahan. Mereka ingin cabut dari biara dan niat itu kesampaian. "Kalau tidak salah, waktu itu fraternya sudah ditasbih jadi diakon, "jelas Martinus. Padahal tahbisan diakon dalam gereja katolik berarti selangkah lagi dia akan menjadi seorang imam.

Mungkin karena skandal itu atau kehidupan rohaninya yang kurang beres, walau tinggal selangkah lagi menuju tahbisan imamat, para pembesar sang diakon memilih melepasnya dari biara. Begitu vonis jatuh, isu skandal dengan sang biarawati merebak harum. Seperti biasa umat menilai kejatuhan seorang frater apalagi seorang diakon selalu erat terkait dengan (maaf, urusan aurat). Entah sudah janjian sebelumnya atau bagaimana, sang suster juga menghadap para pembesarnya dan minta berhenti sebagai biarawati. Permintaannya tentu diluluskan, karena menjadi biarawati adalah soal pilihan bukan paksaan.

Maka mereka berdua kini menjadi mnusia bebas, yang tidak terikat oleh sebuah aturan hidup membiara yang mensyaratkan tidak boleh menikah. Harapan tentu membumbung dalam dada sang suster. Dia berpikir, cerita Martinus, karena status mereka sama sama bebas, sudah sama sama melepaskan pakaian biaranya, mereka bisa langsung menikah, tetapi harapan tinggal harapan. Janji-janji semasa pacaran tinggal janji kosong belaka. Ternyata sang manta diakon mempunyai pilihan lain. Janji sehidup-semati yang pernah mereka ikrarkan di tampik begitu saja olehnya. Muka ini mau ditaruh dimana? Tentu sangat malu. Bukankah dengan langkah mantap tadi menghadap para pembesarnya untuk minta keluar dan menikah dengan sang idaman hati? "Dia juga toh seorang wanita yang tetap butuh kasih sayang laki-laki, " begitu kata martinus.

Ibarat sudah jatuh tertimpa tangga. Perasaan malu menyeruak begitu dalam dada diri sang mantan biarawati itu. Hatinya terluka begitu dalam. Tidak heran, kata martinus, dalam beberapa bulan saja perubahan drastis terjadi pada dirinya. "hanya selang beberapa bulan saja kami sudah lihat dia berjilbab dan berkeliling dengan anggota pengajiannya ke mana-mana. Memang dari dulu jualannya itu ya menjelek-jelekan gereja katolik, "ungkap Martinus.

Bahkan saking kurang ajarnya, kata Martinus, ketika ibunya meninggal dia datang tetapi hanya menengok dari kejahuan ke peti jenazah. Dia di kelilingi beberapa pria bersorban yang tampangnya tidak bersahabat. "itu lho, kayak yang di TV yang celananya tidak sampai tumit. Kan menakutkan banget to orang-orang itu. Apalagi jidatnya hitam-hitam, pakai jenggot lagi, "kata martinus. Orang tua dan keluarga yang menyaksikan anaknya murtad, kata Martinus, sangat terpukul. "Padahal keluarganya di lingkungan itu adalah warga katolik yang sangat taat. Coba banyangin, apa nggak terpukul sekali mereka? "ujurnya.

Ketika Gloria menelpon bekas biaranya, kepala biara sama sekali tidak mau berkomentar. Dia hanya berpesan supaya umat Allah mendoakan dia agar cepat sadar. "Semoga Tuhan cepat menyadarkan dia saja," ungkapnya dari ujung telepon. Namun, tentu sang hajjah sendiri yag tahu apa alasan dia berbuat demikian.

Sumber:
Edisi 197, 27 April-3 Mei 2004 (Edisi 197 Minggu ke I Mei 2004) 
Tabloid mingguan Gloria, Jawapos group 

No comments:

Powered by Blogger.