Drones For Good: Beginilah Kalau Drone Jadi Ambulance Terbang
Ambulance Drone (foto: alecmomont.com) |
Drone ambulance bukan hanya imajinasi saja. Ahli di Delft University, Belanda, Alec Momont, telah menciptakan drone yang didesain memiliki respon cepat menggantikan peran ambulan.
Drone khusus ini mampu terbang dengan kecepatan hingga 100 Km per jam. Layaknya peran ambulan, drone ini mendatangi seseorang dengan membawa defibrillator (stmulator detak jantung) dan peralatan yang menolong seseorang yang terkena penyakit jantung, sebelum ia mendapatkan pertolongan pertama.
"Sangat penting menyediakan perawatan medis yang tepat dalam beberapa menit pertama saat seorang terkena serangan jantung," ujar Momont yang menciptakan drone bersama dengan perusahaan asal Belgia, Living Tomorrow.
Menurutnya, dengan mendatangkan drone ambulan pada awal seorang menderita serangan jantung, maka bisa memulihkan dan menyelamatkan nyawa seorang yang terkena serangan jantung.
"Ini berlaku terutama untuk keadaan darurat seperti gagal jantung, orang korban banjir, orang yang bermasalah trauma dan pernapasan," kata dia.
Momont menekankan defibrillator pada drone didesain cukup kecil sehingga mudah diangkut drone.
Mengingat drone sangat kecil, dan tak bisa menyertakan tenaga medis darurat, drone dilengkapi dengan audio dan sambungan video livestreaming. Fasilitas ini memungkinkan tenaga medis profesional memberi arahan kepada orang-orang di sekitar penderita serangan jantung. Petugas medis juga bisa melihat situasi sekitar melalui webcam dan berbicara dengan orang untuk pemasangan defibrilator.
Momont mengatakan pertolongan drone ambulan ini cukup mudah bagi orang tak terlatih sekalipun. Ia mengatakan saat ini memang hanya 20 persen orang tak terlatih bisa menggunakan defibrilator dengan bagus. Dan dengan instruksi melalui webcam tenaga profesional, Momont mengatakan angka kemampuan itu bisa meningkat jadi 90 persen.
Keberadaan drone ambulan ini dianggap cukup penting bila melihat angka kematian penderita serangan jantung di Uni Eropa. Menurut Momont dari sekitar 800 ribu penderita di Uni Eropa setiap tahun, hanya 8 persen yang bertahan hidup.
"Sebab utamanya yaitu waktu respon yang relatif lama dibanding layanan darurat, yaitu 10 menit. Sementara otak mati dan kematian terjadi dalam waktu empat sampai enam menit," ujar dia.
Drone ambulan besutannya, tegas Momont, bisa mengirimkan defibrilator dalam zona 12 Km persegi dalam waktu 1 menit. Dengan demikian kecepatan drone itu bisa menyelamatkan kehidupan penderita hingga 80 persen.
Misi drone ambulan ini cukup solutif, namun ada tantangan penerapan kendaraan tak berawak ini. Peraturan lalu lintas udara di Belanda melarang penggunaan drone otonom. Selain itu drone juga belum diuji secara nyata pada pasien serta perlu penyempurnaan sistem deteksi dan penghindaran objek.
Tapi Momont optimis, hambatan itu bisa dilalui dalam waktu lima tahun ke depan. Beberapa badan sektor medis, kata dia, telah menyatakan minat dengan drone itu.
Soal biaya kendaraan terbang ini, Momont menekankan seharusnya tak menjadi kendala untuk menyelamatkan nyawa seseorang.
"Biaya 15 ribu Euro adalah jumlah yang wajar jika Anda mempertimbangkan jumlah nyawa yang bisa diselamatkan," tegasnya.
No comments: