Ads Top

Jokowi, Anak Gunung Yang Jadi Presiden


Jodoh, rejeki, sial, keberuntungan dan kematian itu sudah menyatu dengan takdir yang telah ditentukan oleh Tuhan. Mau ngotot seperti apa pun, bila takdir tak menghendaki, maka segala upaya bakal sia- sia belaka. Demikian juga dengan Joko Widodo yang biasa disapa Jokowi, siapa sangka "anak gunung" ini sekarang menjadi seorang Presiden di negara besar ini.

Jokowi merupakan putra sulung pasangan Noto Mihardjo dan Sudjiatmi, memiliki 3 orang adik, semuanya perempuan bernama Iit Sriyantini, Ida Yati serta Titik Relawati. Tumbuh dalam kehidupan yang sederhana, ternyata mampu menempa dirinya menjadi sosok yang bersahaja. Namun, perkasa di semua lini kehidupan.

Keadaan ekonomi yang pas-pasan, memaksanya mensiasati masa remajanya. Ia mencari sendiri uang jajan termasuk keperluan sekolah dengan menjadi kuli panggul mau pun berdagang kecil-kecilan. Ketika anak sebayanya bersekolah menggunakan sepeda onthel, dirinya memilih berjalan kaki. Di usia 12 tahun, dia memaksa diri bekerja di salah satu penggergajian kayu, meski tak meninggalkan aktifitas belajar.

Masa remaja Jokowi memang cukup berwarna, meski otaknya lumayan encer, namun ia pernah mengalami kegagalan dalam urusan pendidikan. Hal itu terjadi saat lulus SMP, dirinya ingin meneruskan ke SMA Negeri 1 Surakarta. Sayang, keinginan tersebut harus dikuburnya dalam- dalam. Pasalnya, dia dinyatakan gagal mengikuti tes. Hingga belakangan, remaja kurus tersebut diterima di SMA Negeri 6 Surakarta. Semisal guru-guru di SMA Negeri 1 Surakarta mengetahui bahwa Jokowi akan jadi seorang Presiden, pasti saat itu akan langsung diterima tanpa melalui tes.

"Anak Gunung"

Lulus dari SMA Negeri 6 Surakarta, Jokowi meneruskan di Fakultas Kehutanan Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta. Semasa kuliah inilah ia dikenal menjadi "anak gunung" yang tergabung dalam Mahasiswa Pecinta Alam Universitas Gajah Mada (Silvagama). Setahu saya, untuk bergabung di suatu kelompok pecinta alam, maka yang bersangkutan benar- benar memang mempunyai "kegilaan" terhadap kondisi pegunungan. Tanpa ada "kegilaan", maka ia hanya sekedar penggembira.

Seperti galibnya mahasiswa pecinta alam, dirinya juga getol naik turun gunung bersama rekan - rekannya. Beberapa gunung di Jawa mau pun di luar Jawa sudah dirambah Jokowi bersama Silvagama. Ia biasa melakukan pendakian berkelompok sekitar 16 orang, lucunya, tubuhnya terlihat paling mungil di antara teman- temannya.

Meski tubuhnya paling kecil, bukan berarti Jokowi lambat bergerak. Justru tubuh kecilnya itu yang membuatnya lincah menerobos lahan pegunungan. Setidaknya, hal tersebut terjadi ketika melakukan eksepedisi pendakian di Gunung Kerinci tahun 1983, dari 16 personil yang ikut, terbukti dirinya tiba lebih dulu di puncak gunung.

Jangan membayangkan Jokowi muda seperti sekarang ini yang berambut cepak, disisir miring model tahun 60 an. Saat kuliah, apa lagi naik gunung, ia tak beda dengan mahasiswa kebanyakan. Rambutnya sedikit gondrong, nampak jarang tersentuh sisir dan berpenampilan sedikit cuek. Selayaknya mahasiswa sekarang yang sok pinter.

Menjalani kuliah dalam kondisi serba minim, ternyata membuat Jokowi mampu menyelesaikan kuliahnya tepat waktu. Tahun 1985, ia menyandang gelar insinyur kehutanan. Sempat bekerja di BUMN PT Kertas Kraft Aceh dan ditempatkan di Dataran Tinggi Gayo, Aceh Tengah, belakangan membuatnya tak betah. Ia yang menikahi Iriana di akhir Desember 1986, memaksa diri pulang kampung, pasalnya sang istri tengah mengandung

Sembari menunggu kelahiran anaknya, Jokowi bekerja pada pakdenya yang bernama Miyono. Kendati begitu, tekadnya untuk membuka usaha sendiri terus bergelora. Pengalaman bekerja di perusahaan milik kerabatnya membuat ia nekad mendirikan CV Rakabu. Nama perusahaan ini diambil dari nama putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka. Perjalanan bisnisnya sempat mengalami pasang surut, namun hal itu tak membuatnya ciut. Tahun 1990, setelah mendapat pinjaman Rp 30 juta dari ibunya, bisnisnya berkibar lagi.

Bisnis Jokowi yang bergerak di bidang perkayuan (meubel), ternyata menjadi peruntungannya. Sebab, usai jatuh bangun sebelum tahun 1990 an, belakangan terjadi bomming meubel. Banyak permintaan dari luar negeri sehingga kerap membuatnya berulangkali terbang ke Eropa. Di  Perancis ia bertemu dengan pengusaha bernama Bernad, karena Bernard juga mempunyai kenalan orang Indonesia yang kebetulan bernama depan Joko, akhirnya ia memanggil nama Joko Widodo menjadi Jokowi.

Menyandang nama panggilan Jokowi, rupanya membawa keberuntungan tersendiri. Terbukti, bisnis meubelnya terus berkibar hingga mampu memposisikan dirinya sebagai salah satu pengusaha yang disegani di Surakarta. Total asset yang dimilikinya saat belum menjabat sebagai Walikota Surakarta, mencapai sekitar 30 miliar, bukan angka yang kecil mengingat hal tersebut dicapainya secara bersusah payah selama hampir 15 tahun.

Sukses menjadi seorang pengusaha, rupanya membuat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI P) "kesengsem" dengan penampilan Jokowi yang low profile. Atas restu Megawati, ia diusung menjadi calon Walikota Surakarta tahun 2005, hasilnya, dirinya mampu meraup suara sebesar 36,62% dari total suara pemilih, artinya "anak gunung" ini dinyatakan berhak menjabat sebagai orang nomor satu di Surakarta.

Kepemimpinan Jokowi sebagai Walikota Surakarta yang bersifat ngayomi terhadap wong cilik,sepertinya menjadi magnet tersendiri bagi masyarakat.Terbukti, saat masa jabatannya usai di tahun 2010, ia didesak untuk kembali menyalonkan diri. Dalam Pilkada tersebut, dirinya benar- benar tiada lawan, perolehan suaranya mencapai 90,09 %!

Saat menduduki jabatan yang kedua inilah, nama Jokowi mulai meroket. Ia sempat "berseteru" dengan Gubernur Jawa Tengah (waktu itu) Bibit Waluyo perihal pembongkaran pabrik es di Surakarta, meski begitu, dirinya tetap menghormati pak Gubernur sehingga "perseteruan" tak berlarut-larut. Keberadaan Jokowi semakin popular ketika muncul mobil Esemka yang olehnya digadang-gadang bakal menjadi produk anak bangsa.

Popularitas yang dimiliki Jokowi ternyata memikat Megawati, sehingga tanpa keraguan sedikit pun, Megawati memerintahkan Jokowi maju dalam Pilkada Gubernur DKI Jakarta tahun 2012. PDI P yang berduet dengan Gerindra, berhasil menempatkan Jokowi dan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) sebagai pemenang. Semenjak menjadi orang nomor satu di DKI Jakarta, praktis nama Jokowi susah dibendung. Nyaris saban hari, namanya disebut media melalui aksi blusukannya.

Melihat kadernya semakin moncer, belum genap dua tahun menjabat sebagai Gubernur, Megawati lagi- lagi nekad berspekulasi. Jokowi ditetapkan menjadi calon tunggal saat memasuki pemelihan Presiden tahun 2014. Style Jokowi yang terkesan ndeso banget, serta nada bicaranya yang klemak klemek (tidak tegas) rupanya menjadi daya pemikat yang luar biasa. Terbukti, meski pun tak telak, namun ia mampu memenangkan pertarungan tersebut. Sungguh pencapaian yang luar biasa.

Itulah sedikit perjalanan "anak gunung" yang siapa pun tak bakal ada yang mampu menduga bakal menjadi pemimpin di Republik yang memiliki penduduk berjumlah 250 juta jiwa. Sebagai orang yang bukan masuk golongan pembencinya (haters) dan tidak tercatat sebagai pemujanya(Jokowi lovers), saya tetap harus  mengapresiasi atas semua keberhasilannya. Sekarang, masa depan negara ini, selama 4 tahun ke depan ada ditangan anda bung. Terserah, mau dibawa kemana. (*Bambang Setyawan/KCM)

No comments:

Powered by Blogger.