Ads Top

Akhmad Sahal: "Islam di mata Ahok," Part 2

Islamic Golden Age. Scholars at an Abbasid library. Maqamat of al-Hariri by Yahyá al-Wasiti, Baghdad 1237


Yang menarik dari paparan Ahok tentang Islam: Ahok jitu dalam membidik masalahnya, dengan mengajukan pertanyaan yang tepat (the right question).
The right question-nya: "Kenapa Muslim sekarang mundur?" Ahok sepertinya menyarankan agar muslim lakukan introspeksi diri secara kolektif. Pertanyaan macam itu sudah lama diajukan oleh para pemikir muslim sendiri sejak awal abad 20 yang resah dengan keterpurukan umat Islam.
Yang terkenal misal dari Syakib Arsalan, pemikir muslim Syiria di awal abad 20: Limadza ta'akhkhara al muslimun wa taqaddama ghairuhum? Artinya: Mengapa umat Islam mundur, dan kenapa umat selain islam maju?

Pertanyaan di atas secara implisit menegaskan adanya pengakuan di kalangan muslim bahwa mereka mundur, bahwa ada yang salah dengan mereka. Dalam merespon kenapa muslim mundur, yang sering kita dengar adalah jawaban yang mengaitkannya dengan faktor eksternal sebagai penyebab: ulah Barat. Bahwa umat islam mundur dan terpuruk karena imperialisme dan kolonialisme Barat, karena Barat ga rela Islam maju, dst.

Jawaban tesebut ada dasarnya yang kuat. Memang fakta historisnya, kekuatan imperial Barat pernah menjajah negara-negara muslim. Tapi ketika konteksnya sudah banyak berubah, mengulang-ulang jawaban faktor eksternal seperti itu bisa terjatuh pada apologia yang tak sehat. Apologia: sikap yang selalu mencari pembenaran diri dengan terus nyalahin pihak luar. Ini tak sehat karena jadinya tak mau berintrospeksi.

Padahal Islam justru menyediakan mekanisme internal agar umat secara periodik melakukan introspeksi kolektif, dengan tajdid/pembaharuan. Asumsinya: umat islam bisa jatuh dalam keterpurukan karena pamahaman Islamnya yang aus, bertentangan dengan spirit zaman. Karena itu perlu tajdid. Tajdid/pembaharuan Islam adalah mekanisme internal umat Islam utk introspeksi diri, agar spirit progress dari Islam tetap terjaga.

Dalam Islam, tajdid merupakan keniscayaan tiap abad/tiap generasi. Ini agar Islam selalu relevan untuk setiap zaman dan tempat. Ahok tentu tidak bicara tentang tajdid ketika ia mengaitkan kemunduran peradaban islam dengan rendahnya kultur kreatif di kalangan muslim. Tapi Ahok menegaskan perlunya introspeksi kolektif bagi muslim.
Kenapa perlu? Karena dulu Peradaaban Islam pernah maju, kok sekarang mundur. Agar Peradaban islam bisa maju lagi, umat islam harus memunculkan lagi faktor-faktor internal yang membuat mereka maju. Itu kira-kira pandangan Ahok.

Pada titik inilah diagnosis Ahok tentang kemunduran Islam menjadi menarik, justru karena tak bertolak dari sikap mencibir terhadap Islam. Ahok justru percaya, kalo umat Islam berhasil menegakkan kembali spirit wiraswasta dan kreativitasnya, mereka akan maju lagi.

Yang juga menarik adalah pandangan Ahok tentang Barat, yang dulu terbelakang, sekarang maju. Introspeksi apa yang mereka lakukan hingga bisa begitu?

Ahok tak bicara tentang kenapa Barat yang tadinya terbelakang, lantas bisa maju? Introspeksi apa yang mereka lakukan? Tapi menurutku ini penting dibahas. Kemajuan Barat biasanya dinisbatkan dengan lahirnya modernitas, yang ditandai dengan antroposentrisme dalam pemikiran Barat. Anroposentrisme: menjadikan manusia sebagai pusat karena supremasi rasionalitas. Dari sini lahir sains dan teknologi yang bikin Barat maju.

Penjelasan semacam itu tepat, tapi tak sepenuhnya menggambarkan kenapa Barat bisa bangkit dari keterbelakangan dan jadi maju. Menurutku, yang bikin Barat maju adalah karena mereka berhasil berintrospeksi kolektif terhadap kesalahan kolektif mereka sendiri pada masa pra modern.

Pada awal abad 17, Barat (Eropa) didera perang berkepanjangan (30 tahun) antara Protestan dan Katholik yang membuat Eropa berantakan. Perang Agama yang berlarut-larut membuat masyarakat Eropa terpuruk, ancur-ancuran. Kehidupan Eropa saat itu digambarkan Thomas Hobbes dalam Leviathan sbb:
"Poor, nasty, brutish, and short: miskin, terpuruk, brutal, dan pendek." Itulah potret Eropa akibat perang Agama 30 thn di awal abad 17.

Perang Agama ternyata tak hasilkan apa-apa selain ancur-ancuran kedua pihak. Toh yang Katholik tetep, Protestan juga tetep. Dari situ muncul kesadaran di kalangan intelektual Eropa tentang kesia-siaan memaksakan iman dengan pake tangan negara, atau dengan peperangan.

Lalu terjadi "paradigm shift": perubahan paradigma dalam pemikiran politik Eropa: dari Summum Bonum ke Summum Malum. Negara bukan lagi dilihat sebagai instrumen agar warganya bisa mencapai kebahagiaan akhirat bersama-sama (Summum Bonum).
Kenapa? Karena pada akhirnya negara yang mendefinisikan apa itu kebahagiaan akhirat bersama, yang ujung-ujungnya intimidasi/kekerasan. Padahal iman itu sukarela.

Perang Agama 30 Tahun menyadarkan Eropa bahwa Summum Bonum yang mungkin niatnya baik, ujungnya mendatangkan tragedi berdarah buat mereka. Karena itu mereka lalu menyadari, negara harusnya bukan untuk Summum Bonum, tapi untuk mencegah warganya saling merusak/membunuh (Summum Malum).

Trauma Perang Agama 30 tahun membuat Eropa berintrospeksi. Muncul kesadaran tentang bernilainya kehidupan tiap individu. Tatanan politik dan sosial yang mereka ciptakan pun arahnya untuk memastikan bahwa kehidupan warganya terlindungi dan terjamin.

Di Eropa lalu berkembang peradaban yang fokusnya menekankan betapa bernilainya kehidupan tiap individu. Dari situ modernitas lahir dan spirit modernitas  yang percaya dengan the idea of Progress pun tak berjalan mulus dan linear di Barat.

Perang Dunia I dan II, fasisme, imperialisme adalah contoh-contoh betapa the idea of progress di Barat sering ditelikung oleh mereka sendiri. Tapi mereka mampu melakukan introspeksi dengan memperbaiki kesalahan sendiri agar tak terpuruk, agar tetap dalam the spirit of progress. Nah kalo memang kemauan untuk introspeksi kolektif merupakan syarat untuk maju, seberapa jauh itu bisa terealisir di dunia muslim.

Kita tahu saat ini Timur Tengah carut marut dan berdarah-darah, di antaranya dipicu oleh konflik sektarian Sunni-Syiah. Timur Tengah ini sepertinya mengulang kembali adegan Perang Agama 30 tahun Eropa pra modern. "Meniru" Barat tapi bagian ancurnya.

Gambaran Hobbes tentang Eropa awal abad 17 keknya berlaku juga untuk Timur Tengah saat ini: Nasty, Brutish, and Short.

Pertanyaannya, mungkinkah akan terjadi introspeksi kolektif di Dunia Islam agar bisa keluar dari keterpurukan? Semoga bisa. SEKIAN.

(Terima kasih Gus Sahal AS atas ijin copas kultwitnya)

No comments:

Powered by Blogger.